Beban Ekonomi Penyakit Stroke

Stroke adalah penyebab utama kematian dan kecacatan di seluruh dunia, dan biaya ekonomi perawatan pasca stroke sangat besar. Stroke adalah penyakit yang disebabkan adanya sumbatan  pada  pembuluh darah yang membawa darah yang mengandung oksigen dan  nutrisi untuk otak. Akibatnya, penderita stroke mengalami keterbatasan pada kemampuan berpikir, penglihatan, kepribadian serta mobilitas.  Penderita yang mengalami kecacatan tidak dapat melakukan  aktifitas dengan  normal dan  seringkali  membutuhkan  pendampingan  dan pengawasan dari keluarga. Hilangnya waktu produktif penderita saat sakit maupun keluarga yang merawat  penderita, mengakibatkan kerugian  ekonomi yang besar. Insiden stroke di seluruh dunia pada kelompok usia  20 hingga  64 tahun mengalami peningkatan sebesar  25 %. Sampai sekarang, sekitar 34% dari total pengeluaran perawatan kesehatan global dihabiskan untuk stroke. Di Indonesia, meningkatnya prevalensi penyakit stroke mengakibatkan semakin  banyaknya pelayanan rawat jalan dan rawat inap, serta memberikan dampak ekonomi yang harus dikelola negara melalui Program Jaminan Kesehatan (JKN).

Dampak dari penyakit yang  berupa kematian,  angka kesakitan, biaya pelayanan serta produktifitas yang hilang  dapat disebut  dengan  beban  penyakit.  Beban  penyakit dapat  diukur dengan  menghitung beberapa komponen berupa biaya  langsung  medis, biaya langsung non medis dan biaya tidak langsung. Biaya langsung medis (direct medical cost) adalah biaya yang harus dibayarkan untuk pelayanan kesehatan yang meliputi biaya pengobatan, tenaga medis, dan biaya tes laboraturium.  Sedangkan, biaya langsung non medis (direct non medical cost) adalah biaya yang harus dikeluarkan secara langsung yang tidak terkait langsung dengan pembelian produk atau jasa pelayanan kesehatan seperti biaya transportasi dari dan ke rumah sakit, serta makanan untuk keluarga pasien. Selain kedua biaya tersebut, ada biaya tidak langsung (indirect cost), yaitu biaya yang dapat mengurangi produktivitas pasien maupun keluarga, kehilangan pendapatan karena tidak biasa bekerja akibat sakit, serta kehilangan waktu produktif.

Penelitian  mengenai beban penyakit stroke ini memberikan gambaran tentang biaya ekonomi akibat stroke di beberapa negara. Studi ini memberikan gambaran kerugian ekonomi penyakit berdasarkan masing-masing jenis biaya (biaya langsung medis, biaya langsung non-medis, dan biaya tidak langsung). Selain itu, penelitian ini juga melihat rata rata lama rawat inap pada pasien stroke yang dapat mempengaruhi  biaya  yang dikeluarkan.

Hasil tinjauan sistematis ini menunjukkan bahwa kisaran beban biaya akibat  stroke  yag dihitung dengan metode  Cost of Illness sebesar USD 1.809,51 – 325.108,84 dengan biaya langsung sebesar 86,2 % dan   biaya tidak langsung sebesar 13,8 %. Selain biaya langsung dan  tak langsung,  beberapa penelitian ini juga menunjukkan bahwa pasien stroke menjalani rawat inap  mulai dari 11 hingga  27 hari.  Pada penelitian ini menunjukkan bahwa biaya tertinggi dalam biaya medis langsung ditemukan pada biaya rawat inap (hampir 65%).  Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rawat inap yang lebih lama menyebabkan kerugian ekonomi yang lebih tinggi.

Kajian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan, terutama untuk alokasi prioritas sumber daya kesehatan dan penyusunan program pencegahan penyakit. Optimalisasi sumber daya yang efektif  untuk mengurangi beban penyakit dapat dimulai dari pencegahan primer dan pengobatan faktor risiko, dan kepatuhan terhadap pedoman manajemen fase akut.  Mendorong masyarakat untuk melakukan aktifitas fisik secara rutin, menerapkan gizi seimbang, mengelola stress dan melakukan  pemeriksaan rutin, merupakan langkah yang dapat dilakukan  untuk  mencegah meningkatnya jumlah  penderita stroke.

Penulis: Thinni Nurul Rochmah

Apabila saudara tertarik dengan topik ini, saudara dapat membaca artikel Burden of  Stroke Disease . Link artikel ini dapat diunduh pada https://www.mdpi.com/1660-4601/18/14/7552/html