FKM NEWS – Aborsi adalah kegiatan yang dilakukan dengan pengguguran kandungan. Kasus aborsi yang biasanya terjadi disebabkan oleh kehamilan yang tidak diinginkan dalam kasus hamil di luar nikah, ketidakmampuan ekonomi, kurangnya dukungan keluarga, hingga masalah dengan pasangan. Tindakan aborsi biasanya dilakukan pada trimester pertama, yaitu pada umur kehamilan kurang dari 22 minggu. Secara umum kegiatan aborsi di Indonesia merupakan tindakan ilegal dengan ancaman pidana yang tertulis tegas dalam peraturan perundang-undangan. Adapun isi UUD pasal 75 ayat (2) berisi ketentuan aborsi yang boleh dilakukan, sebagai berikut:
1. Adanya indikasi darurat medis yang dideteksi pada usia dini kehamilan.
2. Mengancam nyawa ibu dan janin.
3. Adanya penyakit genetik yang tidak bisa diperbaiki sehingga dapat menyulitkan bayi ketika lahir.
4. Kehamilan akibat pemerkosaan sehingga trauma psikologis ibu.
Pada pasal 194 UU Kesehatan diatur dengan jelas bahwa “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 75 ayat (2) dapat dipidana dengan hukuman penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00”. Kegiatan aborsi umumnya dilakukan dengan 2 metode yaitu metode penggunaan obat dan metode dengan tindakan medis.
Metode penggunaan obat dilakukan dengan pemberian obat minum atau suntik yang dapat menghalangi hormon progesteron, sehingga lapisan rahim menipis. Hal ini menyebabkan janin tidak dapat melekat dan tumbuh di dinding rahim sehingga embrio atau jaringan janin akan dikeluarkan melalui vagina. Sedangkan metode aborsi dengan tindakan medis yang umum dilakukan adalah aspirasi vakum pada trimester pertama kehamilan.
Selain di Indonesia, tren aborsi juga umum dilakukan di negara lain, termasuk di Georgia, negara bagian Amerika Serikat. Bahkan di negara ini, kasus aborsi dibedakan berdasarkan ras dan etnis. Berdasarkan data, kasus aborsi yang dilakukan ras berkulit hitam lebih signifikan dibanding ras yang berkulit putih. Penelitian kualitatif dengan wanita Amerika Serikat yang melakukan sendiri aborsi mereka, menekankan betapa kebijakan lingkungan telah menciptakan hambatan logistik dan keuangan, yang mendorong wanita melakukan hal tersebut.
Tabel 1. Data Jumlah Kasus Aborsi di Georgia
Gambar 1. Perbandingan aborsi per 1.000 kelahiran tahun 2007-2017 di Georgia berdasarkan ras dan etnis.
Dalam pratiknya, aborsi ilegal sangat merajalela di seluruh dunia. Akan tetapi tiap negara memiliki aturannya sendiri untuk permasalahan ini. Ada beberapa negara yang melegalkan adanya aborsi, tetapi aborsi dilakukan oleh orang yang tidak berkompeten di bidangnya dan tidak memiliki sertifikasi resmi sangat membahayakan nyawa dari pasien aborsi.
Untuk itu, perlu beberapa tindakan pencegahan terhadap praktik aborsi, salah satunya dengan adanya sinergi antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah harus tegas dalam peraturan perundang-undangan bagi pelaku aborsi. Kebijakan untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum juga diperlukan. Dalam penanaman pemahaman kepada masyarakat, perlu adanya pendidikan mengenai kesehatan reproduksi yang bisa membantu dalam menciptakan wawasan seputar praktik aborsi di masyarakat. Dengan langkah-langkah yang signifikan, tren aborsi ilegal bisa ditekan jumlahnya. (*)
Sumber:
- Mosly, Elizabeth A., Sara K. Redd, dkk. 2021. Racial and Ethnic Abortion Disparities Following Georgia’s 22-Week Gestational Age Limit. Women’s Health Issues xxx-xx. Georgia.
- Agustin, Sienny. 2021. “Risiko Aborsi dan Konsekuensinya” [Online] (https://www.alodokter.com/memahami-berbagai-sisi-aborsi, diakses 22 November 2021)
- Saputri, Wahyuningtyas Dwi. 2021. “Simak! Aturan Hukum tntang Aborsi di Indonsia” [Online]. (https://heylawedu.id/blog/aborsi-di-indonesia, diakses 22 November 2021)
Penulis: Anis Nur Fitria
Editor: Dita Aulia Rahma