Kegiatan residensi atau magang menjadi salah satu bagian penting dari program studi Magister Kesehatan dan Keselamatan Kerja (S2K3) di Universitas Airlangga. Dua mahasiswa program ini, Belatrix Rebeca dan Vatimatuz Zahra, baru-baru ini menjalani residensi di Sucofindo Surabaya di bawah bimbingan dosen mereka, Ibu Shintia Yunita Arini, S.KM., M.KKK. Selama residensi, mereka terlibat dalam pembelajaran langsung di lapangan terkait sistem manajemen K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) dan mengeksplorasi program-program K3 yang telah diterapkan di Sucofindo.
Kegiatan ini tidak hanya menjadi ajang bagi mahasiswa untuk memahami lebih dalam bagaimana teori yang dipelajari di kelas diterapkan di dunia industri, tetapi juga untuk memperkuat hubungan antara Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (FKM Unair) dan Sucofindo. Dengan residensi ini, mahasiswa dapat terpapar langsung dengan kondisi nyata di lapangan, membangun relasi dengan para praktisi, dan tentu saja, menambah pengalaman profesional yang berharga.
Sucofindo adalah perusahaan besar yang bergerak di bidang inspeksi, pengujian, dan sertifikasi, sehingga memiliki lingkungan kerja yang sangat dinamis dan penuh tantangan. Di sinilah Belatrix dan Vatimatuz berkesempatan untuk mengamati serta terlibat langsung dalam program-program K3 yang sudah diterapkan. Mereka belajar tentang sistem manajemen K3 yang digunakan Sucofindo untuk memastikan keselamatan dan kesehatan karyawan dalam menjalankan tugas sehari-hari, terutama dalam bidang inspeksi dan pengujian yang memiliki tingkat risiko tinggi.
Bimbingan dari Ibu Shintia membantu mereka memahami standar K3 yang harus dipenuhi oleh perusahaan, serta bagaimana perusahaan berupaya untuk terus meningkatkan keselamatan dan kesejahteraan karyawannya. Selain itu, keduanya juga berfokus pada topik-topik spesifik yang diangkat sebagai laporan dari kegiatan residensi mereka.
Selama residensi, Belatrix Rebeca mengangkat topik tentang beban kerja mental yang dialami oleh karyawan Sucofindo Surabaya. Beban kerja mental sering kali menjadi isu yang kurang diperhatikan dibandingkan beban fisik, padahal dampaknya terhadap kinerja dan kesehatan karyawan sangat signifikan. Di dunia industri yang serba cepat dan penuh tekanan, karyawan tidak hanya dituntut untuk bekerja secara fisik, tetapi juga harus memiliki konsentrasi tinggi, kemampuan multitasking, serta tanggung jawab besar yang bisa menimbulkan stres. Belatrix melakukan analisis tentang faktor-faktor penyebab beban kerja mental, bagaimana hal ini mempengaruhi kinerja karyawan, dan apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi beban tersebut. Dari pengamatan dan diskusinya dengan para karyawan, Belatrix menemukan bahwa tekanan deadline, tuntutan multitasking, serta tanggung jawab besar menjadi penyebab utama tingginya beban kerja mental di Sucofindo. Laporan residensinya menawarkan beberapa rekomendasi untuk mengurangi beban ini, termasuk peningkatan pelatihan manajemen stres dan program dukungan kesehatan mental di tempat kerja.
Sementara itu, Vatimatuz Zahra berfokus pada stres kerja dan burnout, dua masalah yang sering dialami oleh karyawan di berbagai industri. Di Sucofindo, stres kerja bisa muncul dari tuntutan pekerjaan yang tinggi, peran ganda, serta harapan yang besar dari perusahaan terhadap karyawannya. Vatimatuz melakukan penelitian tentang bagaimana stres kerja ini berdampak pada burnout atau kelelahan kerja yang bisa menyebabkan penurunan produktivitas dan kesejahteraan mental karyawan.
Dari hasil observasi dan wawancara dengan karyawan, Vatimatuz menemukan bahwa banyak karyawan yang mengalami gejala-gejala burnout, seperti kelelahan emosional, penurunan motivasi, dan kesulitan berkonsentrasi. Kondisi ini jika dibiarkan dapat menurunkan kualitas kerja dan bahkan menyebabkan karyawan kehilangan minat terhadap pekerjaan mereka. Dalam laporannya, Vatimatuz merekomendasikan beberapa solusi untuk mengatasi masalah burnout ini, seperti program manajemen stres, pengelolaan waktu yang lebih baik, dan peningkatan komunikasi antara manajemen dan karyawan.
Oleh: Nathania Indrawati