Bisakah Hematologi dan Biokimia Parameter Mempercepat Diagnosis COVID-19 di Unit Gawat Darurat?

SARS-CoV-2, virus penyebab penyakit COVID-19 pertama kali muncul di Wuhan, China pada bulan Desember 2019. COVID-19 pun mulai merebak ke seluruh penjuru dunia. Pada 11 Februari 2020, World Health Organization (WHO) mengumumkan wabah COVID-19 sebagai pandemi. SARS-CoV-2 adalah virus yang bisa menular dengan cepat. Pada pasien COVID-19 biasanya gejala mulai muncul pada minggu pertama. Namun, pada COVID-19 terdapat beberapa gejala yang masih belum jelas atau gejala “non spesifik”. Gejala non spesifik meliputi demam, batuk, hidung tersumbat atau sesak napas. Maka dari itu, untuk memperoleh hasil yang cepat dalam diagnosis COVID-19 perlu tes laboratorium.

Biomarker hematologi dan biokimia memberi kita perspektif objektif selama perjalanan penyakit dan membantu mengklasifikasikan penyakit ringan, berat atau kritis. Metode ini memungkinkan penegakkan diagnosis berlangsung lebih cepat. Ada banyak penelitian yang mengevaluasi hubungan parameter laboratorium dengan COVID-19, salah satunya yakni studi yang dilakukan oleh Katipoglu B., dkk pada tahun 2020. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk membandingkan parameter laboratorium dan radiologis pasien positif dan negatif COVID-19 kepada pasien dengan kecurigaan COVID-19. Tujuan dasar dari penelitian ini adalah untuk menemukan parameter objektif untuk mempercepat pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter, pengobatan maupun keputusan rujukan dalam kecurigaan COVID-19. Jika pasien mengalami gejala seperti demam, peradangan tenggorokan, batuk, hidung tersumbat, serta sesak napas maka data indikator akan menunjukan hasil dengan nilai tinggi. Dengan kata lain hasilnya cocok atau positif untuk merujuk pasien untuk mendapatkan penanganan COVID-19.

Kecepatan penegakan diagnosis dengan metode ini tergantung dengan lamanya proses identifikasi di laboratorium. Biasanya untuk mengetahui hasilnya memakan waktu sekitar lima menit. Sedangkan jika menggunakan hasil dari PCR pasien harus menunggu waktu satu hingga tiga jam. Maka dari itu, metode ini dapat mengidentifikasi dengan cepat pasien yang terinfeksi COVID-19 di unit gawat darurat, sehingga dapat mencegah penyebaran kepada pasien lainnya. Oleh karenanya, pasien pun bisa mendapatkan perawatan secara tepat waktu. Selain itu, pasien yang sedang dirawat di unit gawat darurat dengan gejala-gejala non spesifik COVID-19 bisa mendapatakan isolasi dini.

Penulis: Angelita Berlian Jaya

Editor: Tina Sekar Sari