Muay Thai adalah seni bela diri asal Thailand yang telah menjadi olahraga populer di seluruh dunia, tidak hanya menarik minat penggemar pertandingan atraktif. Olahraga bela diri dari Thailand ini menggunakan pukulan stand-up bersama dengan berbagai teknik clinching untuk melempar lawan ke tanah.
Muay Thai disebut sebagai “Seni Delapan Tungkai” karena menggunakan pukulan, tendangan, dan serangan siku dan lutut, sehingga menggunakan delapan “titik kontak”, berlawanan dengan “dua titik” (tinju) dalam tinju dan “empat titik” (tangan dan kaki) yang digunakan dalam olahraga pertarungan lain yang lebih teratur, seperti kickboxing. Muay Thai juga memungkinkan serangan ke ketiga wilayah tubuh (kepala, badan, kaki).
Saat ini, sedikit yang diketahui tentang cedera dan faktor risiko cedera di kalangan petarung Muay Thai. Mendapatkan lebih banyak wawasan tentang sifat dan frekuensi cedera dalam olahraga ini memberikan bagian dari gambaran cedera olahraga secara keseluruhan, dalam beban cedera yang lebih besar sebagai masalah kesehatan masyarakat.
Artikel ini merupakan rangkuman dari sebuah jurnal yang membahas mengenai epidemiologi cedera terkait pertarungan Muay Thai. Pada studi ini didasarkan pada survei terhadap 195 pejuang Muay Thai. Peserta diminta untuk menyelesaikan survei web retrospektif tentang cedera terkait pertarungan. Analisis regresi dilakukan untuk menentukan apakah cedera selama pertarungan yang dikenai sanksi terkait dengan faktor-faktor seperti pengalaman bertarung, penggunaan peralatan pelindung, dan riwayat cedera.
Sampel yang diambil pada studi ini terutama terdiri dari petarung pria muda di bawah usia 35 tahun. Sekitar setengahnya adalah petarung profesional dan jumlah rata-rata pertarungan Muay Thai sebelumnya dalam sampel adalah sebelas. Hampir setengah (43%) mengenakan alat pelindung (perlengkapan kepala dan/atau bantalan tulang kering) selama pertarungan sampel.
Adapun hasil dari penelitian ini adalah, di antara 195 responden, 108 (55,4%) melaporkan mengalami cedera selama pertarungan, sedangkan 87 sisanya (44,6%) melaporkan tidak ada insiden cedera.
Tingkat cedera keseluruhan adalah 55 cedera per 100 eksposur pertarungan. Petarung yang melaporkan cedera sebagian besar adalah profesional (59%, n ā= 64), tidak memakai bantalan pelindung selain sarung tangan (65%, n ā= 70), dan tidak memasuki pertarungan dengan cedera sebelumnya yang dilaporkan (59%, nā= 64).
Ketika responden ditanya tentang sifat cedera utama dari perkelahian, responden melaporkan bahwa sebagian besar adalah memar atau memar (38,7%, n = 43) diikuti dengan luka atau laserasi (14,4%, n = 16). Lalu, cedera berupa pembengkakak/peradangan (13,5%, n = 15). Kemudian, ada patah (12,6%, n = 14), keseleo, ketegangan, kelelahan (10,8% = 12), dan pada urutan terakhir adalah gegar (5,4%, n = 6).
Daerah tubuh utama yang cedera adalah ekstremitas di lebih dari separuh cedera pertarungan yang dilaporkan (58,6%, n = 65). Secara komparatif, cedera kepala lebih sedikit (30,6%, n = 34) dan bagasi/torso (10,8%, n = 12).
REFERENSI
Strotmeyer Jr., S., Coben, J. H., Fabio, A., Songer, T., & Brooks, M. (2016, December 12). Epidemiology of Muay Thai fight-related injuries. Journal of Injury Epidemiology, III(30), 1-8. doi: 10.1186/s40621-016-0095-2
Penulis: Nabila Mutia Rahma