FKM NEWS – Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi perokok khususnya perokok remaja di Indonesia masih cukup tinggi. Upaya penanganan yang serius terhadap masalah konsumsi rokok di masyarakat harus segera dibentuk oleh pihak-pihak terkait karena hal ini juga menyangkut dampak kesehatan yang ditimbulkan akibat rokok. Mengatasi hal tersebut, Research Group Tobacco Control FKM UNAIR bekerjasama dengan TCSC IAKMI Jawa Timur mengadakan workshop “Penggunaan Pajak Rokok dan DBHCHT Untuk Penguatan Implementasi Kawasan Tanpa Rokok”. Kegiatan tersebut diselenggarakan pada Kamis (24/01/2024) bertempat di Hotel Swiss-Belinn Manyar, Surabaya dan dihadiri oleh beberapa narasumber, serta perwakilan Bapeda dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Jawa Timur.
Kegiatan workshop tersebut dibuka oleh Prof. Dr. Santi Martini, dr., M.Kes selaku ketua Research Group Tobacco Control sekaligus Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. Dari paparannya, Prof. Santi mengatakan bahwa saat ini telah banyak kabupaten/kota yang telah memiliki regulasi terkait pengendalian tembakau. Sehingga, fokusnya adalah bagaimana untuk menerapkan dan menegakkan regulasi tersebut.
Pengimplementasian kawasan tanpa rokok (KTR) memerlukan dukungan baik secara dana dan regulasi. Pelaksanaan penegakan Kawasan Tanpa Rokok memerlukan pengeluaran dana oleh pemerintah daerah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Untuk melaksanakannya, pemerintah daerah dapat menggunakan dana bagi hasil hukai hasil tembakau (DBHCHT) dan pajak rokok. Penggunaan DBHCHT dapat digunakan untuk dalam bidang kesehatan, kesejahteraan rakyat, dan penegakan hukum. Dalam bidang kesehatan, DBHCHT dapat digunakan untuk membiayai program jaminan kesehatan nasional (JKN) serta peningkatan universal health coverage (UHC) di kabupaten/kota.
Selain itu, pemanfaatan DBHCHT dan pajak rokok dapat memberikan peluang untuk meningkatkan cakupan KTR di kabupaten dan kota di Jawa Timur. “Tujuan kita adalah pengendalian konsumsi rokok, mengubah perilaku masyarakat, dan menegakkan KTR. Harapannya adalah dapat lebih memberdayakan masyarakat dalam mencapai tujuan tersebut,” ujar Dr. Abdillah ahsan, S.E., M.E, Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia.
“Usaha kami adalah melaksanakan KTR di 7 tatanan yaitu fasilitas layanan kesehatan (rumah sakit, laboratorium, dan puskesmas) sarana mengajar (sekolah/perguruan tinggi), tempat bermain anak, tempat ibadah, sarana transportasi, dan lainnya. Inti dari penerapan KTR adalah tidak melarang orang merokok, tetapi melarang orang merokok di tempat-tempat yang tadi telah disebutkan dan yang paling penting adalah bagaimana menginisiasi orang untuk berhenti merokok,” ujar Dr. Benget Saragih, M.Epid, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan Indonesia. Penegakan kawasan tanpa rokok ini diharapkan dapat memberikan dampak positif dan menekan kebiasaan merokok masyarakat untuk memberikan perlindungan kesehatan masyarakat terhadap dampak buruk dari asap rokok.
Penulis: Ambarsih Prameswari