Fenomena self-diagnosis terhadap kesehatan mental menjadi salah satu isu yang ramai diperbincangkan di tengah kalangan generasi muda. Self-diagnosis merupakan diagnosis terhadap suatu penyakit berdasarkan pengetahuan yang seseorang miliki atau sumber tidak kredibel yang seseorang dapatkan secara mandiri, misalnya informasi yang tersebar luas di internet. Self-diagnosis ini bukan dilakukan oleh seorang yang ahli, seperti dokter atau spesialis.
Self-diagnosis dapat terjadi karena banyaknya informasi yang tidak berdasarkan bukti dan riset ilmiah yang tersebar di internet, kekhawatiran melakukan pemeriksaan dan konsultasi kepada profesional, adanya rasa ingin tahu, dan adanya tren romantisme terhadap kesehatan mental di tengah generasi muda.
Media sosial memiliki peran besar dalam permasalahan tersebut. Adanya konten mengenai self-diagnosis yang sedang tren dan mudah diakses dapat mendorong orang lain untuk melakukan self-diagnosis juga.
Self-diagnosis dapat menyebabkan misdiagnosis atau kesalahan dalam mendiagnosis penyakit. Misdiagnosis dapat meningkatkan keparahan penyakit dan timbulnya penyakit lain yang tidak dapat dihindari karena penanganan yang tidak tepat. Selain itu, gejala suatu penyakit antar individu juga berbeda-beda sehingga kita tidak boleh membanding gejala penyakit yang kita alami dengan orang lain.
Oleh: Nathania Indrawati
Referensi:
Kementerian Kesehatan RI. 2022. Bahaya Melakukan “Self Diagnosis” Gangguan Jiwa.
Maskanah, Imas. 2022. Fenomena Self-Diagnosis di Era Pandemi COVID-19 dan Dampaknya terhadap Kesehatan Mental. JoPS: Journal of Psychological Students, Vol. 1, No. 1 (2022): 1-10. DOI: 10.15575/jops.v1i1.17467.