Pemakaian Alat Kontrasepsi pada Wanita Usia Subur di Jawa Timur: Apakah Paritas Berpengaruh?

Proyeksi jumlah penduduk tahun 2020 di Indonesia berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2015 adalah sebanyak 269,6 juta jiwa. Dalam jumlah tersebut, Provinsi Jawa Timur menduduki ranking ke-2, setelah Provinsi Jawa Barat, sebagai penyumbang jumlah penduduk terbanyak. Meningkatnya jumlah penduduk, membuat populasi semakin padat, sehingga masalah kesehatan yang muncul juga semakin banyak.

Beberapa kondisi di atas menjadi alasan kuat perlunya dilakukan pengendalian perkembangan penduduk. Selama ini metode yang dipandang efektif untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk adalah dengan penggunaan alat kontrasepsi. Program keluarga berencana telah menjadi salah satu program prioritas di berbagai negara. Beberapa negara telah memiliki angka cakupan penggunaan alat kontrasepsi lebih dari 80% diantaranya Argentina, Canada, Columbia, China, Czechia, dan Finlandia. Di Indonesia, secara nasional penggunaan alat kontrasepsi baru berada pada angka 61,0%.

Artinya, pemerintah Indonesia masih harus bekerja keras untuk meningkatkan cakupan penggunaan alat kontrasepsi. Hal ini menjadi penting, karena akses universal ke layanan kesehatan dan hak kesehatan reproduksi, termasuk keluarga berencana, merupakan salah satu prioritas dalam Agenda for Sustainable Development 2030.

Penting untuk memahami alasan mengapa beberapa wanita usia subur tidak menggunakan alat kontrasepsi. Beberapa wanita usia subur, baik yang sudah menikah maupun tidak menikah, memiliki alasan yang beraneka ragam ketika ditanya mengapa mereka tidak menggunakan alat kontrasepsi meskipun sebenarnya tidak sedang menunggu kehamilan. Diantaranya karena ketakutan akan efek samping penggunaan alat kontrasepsi, postpartum amenorrhea, merasa aman dari kehamilan karena sedang menyusui, dan merasa jarang melakukan hubungan seks. Kurangnya pengetahuan mengenai alat kontrasepsi menjadi pemicu munculnya berbagai hal tersebut.

Tetapi sayangnya, kesadaran masyarakat mengenai hal ini masih rendah. Banyak wanita di negara berkembang, termasuk sebagian besar wanita dengan anak banyak (multipara), tidak menggunakan kontrasepsi karena berbagai alasan. Multipara adalah salah satu kategori paritas, yang didefinisikan sebagai jumlah anak yang pernah dilahirkan hidup oleh seorang ibu. Primipara adalah 0-1 anak, sementara multipara adalah ≥2 anak.

Artikel ini menyajikan hasil analisis hubungan paritas terhadap pemakaian alat kontrasepsi pada wanita usia subur di Jawa Timur. Artikel yang menganalisis populasi wanita usia subur (15-49 tahun) di Jawa Timur ini memanfaatkan data sekunder dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2017.

Hasil analisis menemukan bahwa wanita multipara kemungkinan 4,114 kali lebih tinggi dibanding wanita primipara untuk memakai alat kontrasepsi. Wanita usia subur multipara memiliki kemungkinan lebih baik untuk menggunakan alat kontrasepsi dibanding wanita usia subur primipara. Informasi ini menunjukkan kemungkinan bahwa wanita primipara masih menginginkan anak, sehingga belum mau menggunakan alat kontrasepsi. Temuan penelitian dengan hasil yang sejalan diinformasikan dalam sebuah meta analisis hasil Demographic and Health Survey di berbagai negara. Diinformasikan dalam study yang dilakukan De Vargas, dkk (2019) bahwa wanita primipara yang belum memiliki anak, memiliki cakupan yang rendah dalam pemakaian alat kontrasepsi.

Selain paritas, ada lima variabel lain yang turut ditemukan berhubungan dengan pemakaian alat kontrasepsi pada wanita usia subur di Jawa Timur. Kelima variabel tersebut adalah kelompok umur, tingkat pendidikan, status perkawinan, status sosio-ekonomi, dan kepemilikan asuransi.

Penulis merekomendasikan pada pengambil kebijakan keluarga berencana (BKKBN) di Jawa Timur untuk fokus pada target sasaran sesuai hasil penelitian ini. Target sasaran tersebut adalah wanita usia subur yang paling miskin, tidak sekolah dan tidak memiliki asuransi kesehatan. Target sasaran tersebut adalah kelompok paling rentan untuk tidak menggunakan alat kontrasepsi. Kebijakan yang berfokus pada kelompok target dengan karakteristik seperti ini diperlukan untuk akselerasi cakupan pemakai alat kontrasepsi.

Penulis: Ratna Dwi Wulandari

Artikel asli dapat dibaca pada tautan berikut:

http://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/hsr/article/view/3038