Pengaruh Metode Pemasakan yang Berbeda Terhadap Nilai Gizi Tempe Kacang Koro

FKM NEWS-Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki variasi kacang-kacangan yang sangat banyak sebagai sumber protein. Namun, saat ini kacang yang paling sering digunakan hanya kacang kedelai padahal indonesia memiliki potensi variasi kacang lain sebagai sumber protein yang memiliki potensi yang sama dengan kacang kedelai, salah satunya adalah Kacang Koro. 

Kacang Koro atau dengan nama latin Canavalia Ensiformis merupakan kacang-kacangan yang memiliki sumber protein potensial dikarenakan keterjangkauannya, kualitas dan kandungan proteinnya. Namun, Kacang koro ini memiliki kelemahan yaitu terdapat senyawa antinutrisi (senyawa yang mengandung zat penggangu penyerapan nutrisi) seperti concanavalin A, asam fitat, hidrogen sianida, inhibitor tripsin, tanin, dan fenol. Oleh sebab itu, diperlukan suatu cara untuk mengurangi senyawa antinutrisi dan meningkatkan kecernaan proteinnya, salah satunya dengan cara Fermentasi. Maka dari itu biasanya Kacang koro dikonsumsi dalam bentuk fermentasinya yaitu Tempe.

Proses pemasakan dapat memberikan berbagai efek positif pada makanan, seperti meningkatkan rasa dari makanan, meningkatkan keamanan pangan dari mikroorganisme pembusuk dan menonaktifkan faktor antinutrisi. Tapi disisi lain proses pemasakan juga dapat merubah nilai gizi salah satunya protein dari makanan tersebut. Dalam artikel dapat diketahui dari tabel 1 dilakukan penelitian dengan metode memasak yang berbeda-beda untuk mengetahui kandungan protein dalam Tempe Kacang Koro. Metode memasak tersebut yaitu direbus, dikukus, digoreng, dan dipanggang.

 Tempe kacang koro mentah menghasilkan protein sebesar 37.5 g/100 g protein. Setelah dilakukan penelitian dengan metode pemasakan direbus menghasilkan protein sebesar 33 g/100 g protein, metode pemasakan dikukus menghasilkan protein sebesar 38 g/100 g protein, metode pemasakan digoreng menghasilkan protein sebesar 26.1 g/100 g protein, metode pemasakan dipanggang menghasilkan protein sebesar 26.2 g/100 g protein.

Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa metode pemasakan yang berbeda-beda menghasilkan protein yang berbeda-beda. Sehingga diperlukan metode memasak yang tepat sesuai dengan tujuan kita. Namun pada penelitian ini hanya dinilai dari tingkat tingginya protein yaitu pemasakan dengan metode dikukus menghasilkan protein yang paling tinggi sebesar 38 g/100 g protein.

Penulis : Muhammad Yusuf Ihsan

Editor : Diah Khrisma Putriana