FKM NEWS – Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus golongan RNA yang secara spesifik menyerang sistem kekebalan tubuh/imunitas manusia yang menyebabkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). HIV positif ialah orang yang telah terinfeksi virus HIV dan tubuh telah membentuk anti bodI terhadap virus tersebut. AIDS adalah kumpulan gejala klinis akibat penurunan sistem imun yang timbul akibat infeksi HIV. AIDS sering bermanifestasi dengan muncul berbagai penyakit seperti infeksi, keganasan, gangguan metabolisme, dan lainnya. HIV merupakan penyebab utama kematian wanita usia reproduksi dan bayi di seluruh dunia.
Menurut Betancourt et al (2010), 2-3 ibu hamil penderita HIV positif di negara berkembang tidak memiliki akses pengobatan untuk mencegah penularan HIV. Hal ini mengakibatkan 370.000 kasus HIV baru di antara bayi setiap tahun dari sekitar 1,5 juta ibu hamil yang positif HIV setiap tahun di negara berkembang. Upaya pemberian susu formula pada bayi yang baru dilahirkan kebanyakan tidak sesuai karena ketidakpatuhan ibu hamil penderita HIV, sehingga tidak berhasil mencegah Mother Transmission to Child Transmission (MTCT) (Agadjanian dan Hayford, 2009).
Akhir tahun 2016 sebanyak 26.997 anak yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HIV. Penularan HIV tidak hanya berlaku pada ibu menyusui, tetapi bisa juga menular pada pasangan/istrinya. Dengan melihat data tersebut, maka pelayanan Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA) semakin menjadi perhatian. Di Indonesia juga terjadi peningkatan yang cepat. Risiko penularan HIV dari ibu ke bayi sekitar 24-25%. Walaupun prevalensi HIV perempuan di Indonesia hanya 16 %, tetapi mayoritas 92,54% ODHA berusia reproduksi aktif (15-49 tahun), maka diperkirakan jumlah kehamilan dengan HIV positif akan meningkat (Kasenga et al., 2019).
Menurut Chinkode et al (2009), banyaknya angka drop out ibu hamil dari seluruh rangkaian program PMTCT Karena untuk menghindari pengungkapan status HIV dan reaksi negatif dari masyarakat, ketidaksetaraan gender, kesulitan mengakses perawatan dan pengobatan, serta kurangnya dukungan dari suami. Tingkat kepatuhan yang rendah dalam mengikuti program PPIA ini disebabkan kurangnya self esteem. Self esteem yang rendah dapat ditandai oleh adanya kecemasan dan rasa takut saat berbicara (Mc.Donald, 2007). Hal ini sejalan dengan penelitian Bya mugisha et al (2010) yang menyebutkan bahwa keterlibatan lelaki dalam program PMTCT ini sangat rendah.
Selanjutnya, dukungan dari lembaga sosial terkecil yakni keluarga juga menjadi faktor menentukan keberhasilan. Dalam hal kepatuhan untuk menjalankan PMTCT, dorongan dari keluarga sendiri ternyata tidak bergerak keluar kepada struktur masyarakat. Akibatnya, banyak dari mereka yang menutupi status HIV karena takut dikucilkan, mengalami diskriminasi terhadap akses kesehatan dengan larangan hamil, maupun mengalami kesulitan mengakses kesehatan yang layak tanpa berbayar. Oleh karena itu, banyak masyarakat yang masih tidak patuh mengikuti program PMTCT karena faktor penghambat terbesar adalah ketakutan membuka status dan mendapatkan diskriminasi dari masyarakat sekitar. Penelitian ini menunjukkan kepada pemerintah bahwa harus meningkatkan layanan pada masyarakat.
Penulis: Lisa Amira
Editor: Vina Himma