FKM NEWS-Indonesia merupakan negara yang berisiko tinggi terjadi bencana. Hal tersebut diungkapkan oleh Dr. Rita Djupuri, B.Sc, DCN, M.Epid (National Manger of Emergency Respon adng Early Recovery Center of Health Crisis MOH Secretary General Ministry of Health Republic Indonesia) dalam kuliah tamu yang diselenggarakan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga pada (16/02/2021).
“Hanya kurang dari 30% wilayah indonesia yang berisiko sedang terjadi bencana, tenaga kesehatan sangat dibutuhkan dalam memanajemen bencana.” Sambung Rita Sapaannya. Rita menjelaskan lebih lanjut bahwa Provinsi Jawa Timur juga berada pada wilayah yang berpotensi besar terjadi bencana alam, sehingga tenaga kesehatan masyarakat berkesempatan besar untuk turut andil untuk memanajemen bencana.
Sebelum terjun dalam bidang kebencanaa, menurut Rita ada beberapa perubahan paradigma yang harus dipahami terlebih dahulu. Paradigma lama bidang kebencanaan berfokus pada tanggap darurat, bersifat reaktif/responsif, terpusat dan hanya mengandalkan peran pemerintah sedangkan paradigma baru fokusnya mengenai pengurangan risiko bencana,bersifat proaktif/preventif, terdesentralisasi, dan seluruh pemangku kepentingan harus ikut berperan dalam kebencanaan.
“Tujuan penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah menyelamatkan banyak nyawa” Ujar Rita. Rita menerangkan bahwa bencana terbagi menjadi beberapa fase yaitu pra bencana, siaga darurat, tanggap darurat saat bencana , transisi darurat dan pasca bencana. “Fase siaga darurat hanya untuk bencana yang belum terjadi tapi warga sudah harus mengungsi seperti erupsi gunung.”Terangnya.
Pada manajemen kesehatan terdapat pendekatan klaster. Klaster-klaster kesehatan dalam bencana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 tahun 2019. “Sub klaster dari permenkes sebenarnya didominasi bidang kesehatan masyarakat seperti pencegahan dan pengendalian penyakit dan kesehatan lingkungan, kesehatan reproduksi, kesehatan jiwa, pelayanan gizi “Tuturnya. Dalam klaster-klaster tersebut peran kesehatan masyarakat yang dibutuhkan.
“Saat terjadi bencana selain kerusakan fasilitas, lingkungan dan akses, masalah dipengungsian adalah masalah kesehatan masyarakat yang penting untuk diperhatikan” Tegasnya. Saat bencana pengungsian menjadi sumber risiko masalah kesehatan seperti penularan Covid-19, dan penyakit-penyakit menular lainnyaa. Apabila dibandingkan jumlah pengungsi dan jumlah orang yang sakit maka jelas lebih banyak jumlah pengungsi. Disinilah tantangan bagi tenaga kesehatan masyarakat untuk bisa mengkondisikan pengungsian agar tetap tercipta lingkungan dan suasana yang sehat.
“Saat pra bencana tenaga kesehatan masyarakat perlu memahami dan penguasai peta respon dan penyusunan rencana kontigensi, sedangkan saat bencana melakukan koordinasi antar pelayanan kesehatan dan membentuk tim reaksi cepat kesehatan masyarakat.” Pungkas Rita
Penulis : Arira Celia Virta Parawansa