FKM NEWS – Merokok merupakan masalah kesehatan utama yang menyebabkan peningkatan penyakit kardiovaskular, penyakit paru-paru, dan kanker. Bahkan, rokok telah berkontribusi membunuh 7 juta orang di dunia. Menurut WHO, perokok aktif penduduk di dunia diperkirakan 20,2% berusia 15 tahun (34,1% pria dan 6,4% wanita). Di kawasan Asia Tenggara sendiri, persentase orang yang merokok mencapai 17,2% dari total penduduk (32,1% pria dan 2,3% wanita).
Dalam mengatasi hal tersebut, tenaga kesehatan memiliki peran yang penting dalam bertanggung jawab untuk memberikan edukasi kepada masyarakat. Edukasi yang diberikan dapat berupa nasihat, ajakan untuk berhenti merokok, atau mungkin tenaga kesehatan itu sendiri ikut serta dalam memberi contoh, seperti melakukan perilaku hidup sehat serta berhenti merokok (apabila sebelumnya merokok). Tenaga kesehatan seharusnya tidak merokok karena apabila tenaga kesehatan merokok, hal itu sama saja telah melemahkan perannya dan pastinya ia akan cenderung tidak menyarankan pasien untuk berhenti merokok. Perilaku merokok yang dilakukan tenaga kesehatan dapat menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan edukasi masyarakat tentang bahaya merokok. Tenaga kesehatan nantinya akan tidak nyaman ketika memberikan edukasi bahkan edukasi tersebut bisa saja dianggap tidak berguna atau ia merasa tidak relevan dengan keahlian profesionalnya.
Saat ini masih banyak dijumpai tenaga kesehatan yang melakukan tindakan merokok. Faktor-faktor yang mendorong tenaga kesehatan untuk melakukannya adalah stres, pengaruh teman atau keluarga yang merokok, kecanduan, dan pengalaman merokok sebelumnya. Selain itu, kurangnya pendidikan dan pelatihan pencegahan merokok dalam kurikulum pendidikan kesehatan juga dapat menyebabkan tingginya perokok di kalangan tenaga kesehatan. Hal yang sama juga dikatakan oleh tenaga kesehatan di Vietnam, bahwa faktor penghambat dalam memberikan edukasi tentang bahaya merokok yakni kurangnya program khusus yang diberikan Kementerian Kesehatan, kurangnya kebijakan dan dukungan, rendahnya keikutsertaan tenaga kesehatan, kurangnya peraturan program berhenti merokok yang dikeluarkan pemerintah, dan tidak adanya pelatihan khusus pencegahan merokok oleh tenaga kesehatan.
Oleh karena itu, tenaga kesehatan perlu dilatih agar nantinya dapat membantu mencegah pasien untuk merokok. Hal tersebut dapat dilakukan melalui program pelatihan pencegahan merokok seperti yang disebutkan pada beberapa penelitian, bahwa tenaga kesehatan yang mengikuti pelatihan pencegahan merokok akan meningkatkan kompetensi dan konsistensi dalam menasihati pasien untuk berhenti merokok. Nasihat dari tenaga kesehatan tersebut sudah pasti akan lebih berpengaruh dibandingkan yang nasihat dari tenaga kesehatan yang tidak mengikuti pelatihan. Akan tetapi, saat ini tenaga kesehatan yang mendapatkan pelatihan pencegahan merokok masih sangat sedikit, seperti di Irak (6,5%), Yordania (25,5%), Thailand (24%), Arab Saudi (23,6%), dan Vietnam (29%). Persentase tersebut tentunya menunjukkan bahwa pelatihan dalam penyuluhan pencegahan merokok masih kurang.
Penulis : Klara Setyajati
Editor : Faradillah Amalia Febrianti