FKM NEWS – Pandemi COVID-19 meningkat pesat di berbagai negara, meski sebagian besar pasien COVID-19 dapat pulih sepenuhnya dari gejala utama, beberapa pasien dapat mengalami gejala samping COVID-19 bahkan dapat mengembangkan gejala baru. Fenomena tersebut disebut dengan post-COVID syndrome (PCS). Sebuah penelitian dilakukan oleh Center for Autoimmune Diseases Research (CREA) dengan sejumlah 100 sukarelawan pasien COVID-19 bertujuan untuk mengetahui apa saja gejala yang ditimbulkan pasca gejala utama COVID-19 sehingga kedepannya dapat dibuat metode terapi yang efektif untung mengurangi gejala PCS. Metode penelitian berupa survey gejala pada pasien pasca-COVID dan membandingkan dengan penelitian lain yang serupa. Objek penelitian adalah orang dewasa dengan median usia 49 tahun, sebanyak 47 orang adalah laki-laki, median waktu pasca-COVID setelah gejala pertama adalah 219 hari, dan sebanyak 65 pasien dirawat di rumah sakit selama gejala COVID-19 akut.
Gejala pasca-COVID yang diamati berupa gejala neurologis, gastrointestinal, respiratori, dan musculoskeletal. Data yang diperoleh diolah dengan metode univariate dengan signifikansi sebesar 5%. Hasil percobaan menunjukkan bahwa gejala muskuloskeletal, diare dan gejala neurologis termasuk depresi adalah gejala yang paling sering diamati selama PCS. Hampir sepertiga pasien PCS menunjukkan setidaknya satu gejala muskuloskeletal, pernapasan, gastrointestinal dan neurologis secara bersamaan.
Gambar 1 Diagram Venn dengan superposisi gejala PCS utama menunjukkan sebanyak 29 pasien PCS mengalami gejala muskuloskeletal, pernapasan, gastrointestinal dan neurologis secara bersamaan
Gambar 2 Data bar plot pasien PCS dengan COVID-19 akut menunjukkan fatigue sebagai gejala spesifik yang dominan
Gambar 3 Data bar plot pasien PCS menunjukkan arthralgia sebagai gejala spesifik yang dominan
Gambar 4 Plot batang cermin untuk gejala utama pada COVID-19 dan pasca COVID-19 menunjukkan bahwa arthralgia menjadi gejala yang dominan pada pasien PCS
Gambar 5 Data plot sebar untuk relasi antara total antibodi anti-SARS-CoV-2 dengan waktu pasca-COVID. Garis berwarna biru mewakili perkiraan lokal scatter plot dengan interval kepercayaan 95%. Data pada gambar menunjukkan bahwa tingkat antibodi anti-SARS-CoV-2 lebih rendah pada pasien yang sebelumnya tidak dirawat di rumah sakit.
Evaluasi PCS berdasarkan tingkat gejala pasien menunjukkan bahwa pasien rawat inap dengan usia yang lebih tua, lebih mungkin untuk menunjukkan peningkatan indeks massa tubuh, yang mana memiliki resiko lebih tinggi terhadap hipertensi, kelelahan, dan demam.
Tabel 1 Karakteristik umum pasien pasca-COVID berdasarkan tingkat keparahan penyakit akut.
Selain gejala fisik, terdapat kemungkinan bahwa sebagian besar respon inflamasi oleh virus mempengaruhi sistem saraf pusat dan perifer yang dapat menyebabkan gangguan kejiwaan. Gejala-gejala tersebut termasuk depresi dan kecemasan yang dapat mengacu pada perilaku bunuh diri apabila kondisi lebih buruk. Gejala psikiatri pada pasien PCS juga dilakukan pada percobaan ini menggunakan skala Zung dengan skor Zung < 40 tidak adanya depresi, dan skor Zung 40 depresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala psikiatri yang dominan pada pasien PCS adalah insomnia, disusul dengan gejala depresi. (*)
Tabel 2 Gambaran klinis secara psikiatri pasien pasca-COVID-19 dengan tinjauan sistematis dan meta analisis
Penulis: Rizki Nur Azizah
Editor: Dita Aulia Rahma