Taman Penitipan Anak yang Terbaik untuk Ibu Milenial

Apakah Anda ibu milenial yang bekerja penuh waktu? Jika ya, simak artikel ini untuk meneguhkan hati Anda memilih siapa pengasuh terbaik untuk buah hati selama Anda di kantor.

Tidak jarang orang tua selalu khawatir saat meninggalkan anaknya selama bekerja. Beberapa memilih menggaji tinggi baby sitter profesional, menitipkan anaknya pada kakek neneknya atau justru hanya meninggalkan anak bersama asisten rumah tangga di rumah. Apa pun pilihannya, setiap orang tua pasti selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya.

Seiring dengan semakin populernya ilmu parenting pada kalangan ibu generasi milineal, popularitas taman penitipan anak atau istilah kerennya daycare juga semakin meningkat. Survei yang dilakukan oleh tim pengabdian masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat pada kelompok karyawan wanita yang memiliki anak balita menunjukkan bahwa semua responden tertarik untuk menggunakan jasa daycare untuk balitanya. Sepertiga dari kelompok ini saat ini telah menggunakan jasa daycare dan menyatakan puas terhadap kualitas pengasuhan yang diberikan. Sisanya mempercayakan pengasuhan anak pada keluarga atau asisten rumah tangga namun kelompok ini justru mengungkapkan kekhawatiran terhadap kualitas pengasuhan yang dipilih.

TPA mengurangi pertengkaran keluarga dan economic loss

Sebuah studi yang dilakukan di India oleh Richardson et al. (2018) menunjukkan bahwa ibu bekerja yang menggunakan jasa TPA memiliki tekanan mental 21% lebih sedikit daripada yang menitipkan anaknya pada keluarga. Partisipasi angkatan kerja perempuan juga meningkat di Kanada saat pemerintah menyediakan subsidi untuk TPA (Baker et al., 2008). Menitipkan anak pada TPA juga menghindarkan ibu dari economic loss karena mengasuh anak sendiri. Potensi ekonomi yang didapat oleh ibu menyebabkan peningkatan yang cukup besar dalam partisipasi angkatan kerja perempuan. Yang menarik, dengan menggunakan jasa TPA ternyata juga menghindari perselisihan pasangan atau keluarga. Silang pendapat dengan mertua, orang tua, keluarga, maupun suami karena masalah pola asuh yang tidak cocok dapat diminimalkan.

Namun para ibu milenial juga harus berhati-hati dalam memilih TPA.  Studi lainnya menunjukkan bahwa kepuasan orang tua dengan tempat penitipan anak merupakan prediktor signifikan stres orangtua. Kualitas TPA yang rendah memoderasi hubungan antara pendapatan keluarga yang rendah dan stres orangtua yang tinggi (Bigras et al., 2012).

Lalu apa yang harus diperhatikan saat memilih TPA?

Sebagai TPA yang lahir dengan spirit pengabdian masyarakat, TPA Kampus C terus berbenah diri. Untuk mengetahui apa yang menjadi kebutuhan ibu milenial, survei dilakukan untuk menganalisis bauran pemasaran taman penitipan anak yang ideal di mata para karyawan Universitas Airlangga.

Mayoritas responden survei mengungkapkan bahwa kebutuhan terhadap suasana bermain dan belajar yang baik bagi anak selama ditinggal bekerja merupakan hal utama yang dicari saat memilih TPA. Selain faktor kedekatan jarak TPA dengan tempat kerja ibu, program layanan yang ditawarkan oleh TPA menjadi hal mutlak yang harus dipertimbangkan. Jangan memilih hanya karena dekat saja namun harus yakin bahwa anak akan mendapat pengalaman edukatif dan menyenangkan selama ditinggal bekerja. Program pengasuhan yang terkait dengan rohani atau keagamaan dan aktivitas fisik yang menyehatkan berada peringkat pertama dan kedua yang paling diinginkan oleh orang tua pada survei ini.

Kebutuhan responden tersebut nampaknya telah ditemukan di TPA Terpadu Kampus C. Walaupun baru berdiri kurang dari satu tahun, program fun learning yang ada di TPA Terpadu telah dilakukan secara reguler. TPA Terpadu Kampus C memiliki jadwal tematik sesuai harinya, misalnya Jumat merupakan hari berkebun dan kerohanian.

Yang perlu dipertimbangkan juga adalah besarnya biaya pengasuhan. Ibu dengan anak yang masih balita umumnya merupakan pekerja yang masih pada tahap awal karir. Sangat wajar jika dalam survei yang dilakukan tim menemukan fakta bahwa biaya pengasuhan menjadi faktor kedua yang paling menjadi pertimbangan orang tua dalam mencari TPA. Survei yang dilakukan oleh tim juga menunjukkan bahwa biaya yang bersedia dikeluarkan responden untuk dapat menggunakan TPA mayoritas sama dengan biaya yang dikeluarkan untuk pengasuhan anak saat ini. Mayoritas responden bersedia untuk mengeluarkan hanya kurang dari Rp 1.000.000 setiap bulan.  Untuk dapat menitipkan anaknya di TPA Terpadu Kampus C, biayanya bervariasi sesuai dengan usia anak, paling mahal adalah untuk bayi 3 bulan yang dikenai rate Rp 900.000. Biaya ini sudah termasuk fasilitas makan siang yang menunya disusun oleh ahli gizi FKM Universitas Airlangga.

Apakah Anda belum yakin dengan menitipkan anak di TPA?

Jika masih ragu Anda dapat mengunjungi TPA Terpadu Kampus C untuk melihat interaksi guru, pengasuh, dan siswa. TPA Terpadu Kampus C memberikan trial week sebelum orang tua membuat pilihan menitipkan anaknya atau tidak. Amati pengasuh yang berinteraksi dengan anak-anak di siang hari untuk memastikan keputusan Anda sudah tepat. Trial week ini hanya ada di TPA Terpadu Kampus C Universitas Airlangga. 

 

Penulis:
Nuzulul Kusuma Putri
Dosen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
FKM Unair