FKM NEWS- Universitas Airlangga bekerjasama dengan UNICEF melaksanakan kegiatan Webinar Series dengan mengusung tema “Peningkatan Kapasitas Pelaksanaan STBM 5 Pilar Se-Jawa Timur”. Kegiatan ini dilaksanakan oleh tim GELIAT SANTUN UNAIR pada Kamis, 19 Agustus 2021 dengan didukung oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Acara tersebut dihadiri sebanyak 492 partipant via zoom meeting. Dalam sambutannya, Dr. Eko Supeno drs., M.Si. menuturkan “Dengan diadakannya kegiatan webinar series peningkatan kapasitas pelaksanaan STBM 5 Pilar Se-Jawa Timur semoga, khususnya Jawa Timur akan lebih baik dan menjadi bagian dari Indonesia sehat.” Selanjutnya, sambutan di lanjutkan oleh Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat yakni Dr. Santi Martini dr., M.Kes.
Harapannya, dengan adanya webinar ini pada 2023 Jawa Timur sudah bisa berstatus Open Defecation Free (ODF), selain itu juga untuk menjaga semangat tenaga kesehatan di masa pandemi. Menurut Bapak Suprapto cikal bakal Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah Community Led Total Sanitation (CLTS) yang pada waktu itu pelatihannya pertama kali dilaksanakan di Lumajang dengan fokus pertamanya adalah perubahan perilaku. Webinar ini dibagi dengan 3 sesi yang diawali dengan pembukaan, pengantar webinar, serta perkenalan kemudian ditutup dengan penugasan mandiri dan kelompok. Pada pemaparan konsep dasar disampaikan hambatan dan tantangan yang di alami antara lain belum ada dukungan anggaran, dukungan lintas sektor/program masih kurang, dan waktu yang terbatas.
Menurut yang diungkapkan Budi, “Pemicuan yang berhasil adalah harus adanya komitmen untuk berhasil. Pemicuan konkrit untuk mencapai target yang berhasil. Munculnya Natural Leader, adanya komite yang mengkoordinir gerakan di masyarakat sertaadanya strategi yang dinamis.”
Bagaimana masyarakat mengambil peran terhadap akses sanitasi yang baik dan memanfaatkan data dengan sebaik mungkin.
“Tetap kita semang melaksanakan 5 pilar, secara teori apa yang sudah kita kemas silakan menjadi acuan kita dan dikembangan. Konsep dasar dan pengalaman disetiap kabupaten kita jadikan pemicu buat kita. Kondisi Jawa Timur semoga dapat segera ODF 100%.” ungkap Elly direktur Kesehatan Lingkungan Kemenkes.
Untuk mendukung pelaksanaannya, dibutuhkan mitra seperti dari promkes dan gizi untuk mengembangkan praktek-praktek. Pemicuan akan menjadi sebuah metode dalam perubahan perilaku.
“Memang betul, pemicuan yang berhasil adalah dapat memunculkan natural leader, dapat dikatakan 50% pekerjaan sudah selesei sehingga dapat didukung dengan komite dan strategi. Ibarat jika sudah menempa besi dan besi tersebut sudah panas maka tetaplah ditempa, karena jika sudah dingin akan sulit dibentuk. Seperti halnya masing-masing daerah mempunyai karakteristik yang berbeda berdasarkan hal-hal yang ada di lokasi tersebut. Perlu dilakukan dan dikaji ulang apa itu pemicuan sebelum subsidi turun” jelas Suprapto.
Kemudian, dilanjutkan dengan sesi sharing bersama beberapa kabupaten seperti kabupaten Lumajang, Malang, dan Pacitan. Menurut perwakilan dari Kabupaten Pacitan keterlibatan seluruh pihak dalam pelaksanaan STMB itu sangat penting. Di kabupaten Pacitan pelaksanaannya dilakukan dengan dikemas sekreatif mungkin. Namun, dimasa pandemi seperti sekarang pelaksaan STBM dilakukan melalui perwakilan. Sedangkan menurut, perwakilan dari Kabupaten Malang permasalah yang muncul yakni masih adanya masyarakat yang membuang diapers di aliran air. Sehingga, perlu dilakukan edukasi dengan sasaran balita dan lansia yang memakai diapers dan dilakukan pengelolaan diapers.
Dalam sesi ke tiga web series dilakukan pemaparan pengalaman implementasi STBM Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan hasil survei dari tim fasilitator yang melakukan peninjauan di lapangan dengan 567 responden, hasil dari Jawa Timur ternyata 92% tim fasilitator terdiri dari 2 orang atau lebih, namun ada juga yang melakukannya sendiri sebanyak 8%. Berkaitan dengan pengalaman pelaksanaan STBM dari 91% responden yang pernah melakukan pemicuan juga melakukan pra pemicuan sebelumnya bahkan 30% diantaranya melakukan pra yang cukup intens. Pengalaman pemicuan STBM 5 pilar di Jawa Timur menyampaikan tujuan pertemuan untuk belajar dan tidak membawa bantuan, mengidentifikasi istilah lokal untuk BAB dan pemetaan situasi sanitasi (daerah BABS) dan RTL merupakan kegiatan yang selalu dan sering dilakukan pemicuan (>95% responden).
Menurut Aprianto salah satu narasumber dari Unicef menjelaskan bagaimana cara menjadi fasilitator STBM yang baik dan efektif.
“Dengan tujuan ini harapannya teman-teman bisa lebih semangat lagi dalam melakukan pendampingan.” ungkap Aprianto.
Ada 4 peran yang harus dimainkan oleh fasilitator. kita harus lebih banyak menjadi moderator dibandingkan menjadi narasumber. Seorang fasilitator STBM harus fokus pada proses bukan konten. Kita membantu prosesnya, membantu masyarakat. Masalah benar dan salah bukan bagian kita untuk menjelaskan kepada masyarakat. Sebenarnya yang kita gali adalah pengalaman mereka, perasaan mereka. Dalam melakukan pemicuan ada 3 hal yang perlu dilakukan dalam komunikasi perubahan perilaku (dalam fasilitasi pemicuan) yakni membangun hubungan/trust, mengajak partisipasi, dan ikat komitmen. Kemampuan mendengarkan fasilitator perlu diasah agar kita peka dengan kondisi masyarakat. Acara web series ini ditutup dengan penugasan mandiri dan kelompok dalam sesi breakout room zoom.
Penulis : Diah Khrisma & Ambar