Thrifting merupakan istilah yang digunakan pada aktivitas berbelanja pakaian bekas. Thrifting menjadi tren selama beberapa tahun terakhir dan diminati oleh khalayak muda. Harga yang murah menjadi daya tarik bagi peminatnya ditambah dengan beberapa pakaian bekas yang memiliki nilai style dan branded. Peminatnya tak hanya sebagai konsumen, namun beberapa menjadikan ide bisnis yang menjanjikan mengingat peminatnya yang sangat banyak. Namun jika ditinjau dari segi lingkungan apakah thrifting berdampak baik?
Awal mula hadir di masyarakat, thrifting dikenal sebagai aktivitas berbelanja pakaian yang berdampak baik pada lingkungan. Hal ini dikarenakan thrifting merupakan aktivitas yang memiliki nilai 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Pakaian layak pakai yang sudah tidak digunakan oleh orang lain dijual dan kemudian digunakan kembali oleh pembelinya.
Selain alasan tadi, thrifting juga berdampak baik pada lingkungan karena dengan thrifting maka tidak mendukung industri fast fashion yang menduduki top 3 penyumbang limbah di dunia akibat limbah tekstil yang dihasilkan selama produksi industri fast fashion.
Namun siapa sangka, thrifting juga dapat berdampak buruk bagi lingkungan terutama di Indonesia. Berdasarkan berbagai sumber ilmiah dan pengamatan penulis di sosial media, pakaian bekas yang banyak diperjual-belikan di Indonesia merupakan barang impor. Walaupun pakaian bekas yang diimpor akan diperjual-belikan, namun tidak dapat dipungkiri penjualan pakaian bekas juga melewati proses pilah-pilih, yang mana kondisi pakaian yang tidak layak akan dibuang. Hal ini akan menimbulkan permasalahan baru untuk mengatasi limbah pakaian di Indonesia. Mengimpor pakaian bekas sama saja membeli limbah dari negara lain sehingga sangat disayangkan thrifting yang seharusnya meminimalisir limbah pakaian justru menimbulkan tumpukan limbah baru di Indonesia.
Selain dari kacamata lingkungan, thrifting juga menimbulkan masalah kesehatan akibat penggunaan pakaian bekas yang tidak dapat dipastikan kebersihannya. Penyakit yang ditimbulkan dari penggunaan pakaian bekas biasanya berupa gangguan penyakit kulit seperti panu, herpes, asbes, pyoderma, dan lainnya. Maka dari perlu berhati-hati dalam berbelanja pakaian bekas.
Lantas bagaimana cara mengatasi permasalahan-permasalah di atas akibat thrifting? Apakah kembali ke pembelian fast fashion? Tentu tidak. Anda dapat memulai gaya hidup minimalis dengan menggunakan pakaian yang sudah Anda miliki. Walaupun seperti itu, Anda dapat tetap tampil stylish dengan memadupadankan antar pakaian yang ada di lemari Anda. Apabila kondisi Anda mengharuskan untuk membeli pakaian baru, maka pilihlah produk lokal umkm yang menganut sistem slow fashion dalam bisnisnya.
Penulis: Nabila Mutia Rahma
Sebuah opini yang bersumber dari artikel ilmiah dan pengamatan sosial di masyarakat