Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Keberhasilan Vaksin Malaria

FKM NEWS – Vaksinasi merupakan salah satu upaya kesehatan bagi masyarakat yang paling sukses dan hemat biaya serta memiliki potensi untuk mengurangi ketidakadilan, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Suatu perluasan program imunisasi, yang dikenal dengan EPI (Expanded Programme on Immunization), telah menjadi dorongan utama dalam memperluas akses vaksinasi anak. Namun, masih terdapat penyerapan vaksin pada negara-negara tertentu yang tidak seimbang, dibuktikan dengan adanya perbedaan pandangan ekonomi di beberapa negara.

Malaria masih menjadi penyebab utama penyakit dan kematian anak yang mayoritas terjadi di Afrika sub-Sahara. Jenis vaksin RTS,S merupakan vaksin yang dinilai ampuh untuk mencegah malaria pada anak dengan pemberian dosis lengkap. Selain itu, untuk memaksimalkan pencegahan, anak-anak di Afrika perlu menggunakan kelambu berinsektisida (ITN) untuk menghalangi nyamuk ketika tidur.

Terdapat pengujian terhadap kelompok yang mendapatkan vaksin DTP3 (vaksin untuk melindungi dari penyakit menular) dengan perkiraan juga mendapatkan vaksin RTS,S dan perlakuan terhadap menggunakan kelambu maka akan terlihat perbedaan kasus. Penggunaan kelambu memiliki dampak yang besar dalam mencegah gigitan nyamuk penyebab malaria. Dengan begitu kasus dapat dicegah melalui vaksinasi 23 juta anak-anak yang menggunakan kelambu dan memiliki vaksin DTP3 (diphtheria-tetanus-pertussis dosis 3).

Di samping itu, pemberian vaksinasi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial ekonomi, kependudukan, dan faktor lainnya yang sering menyebabkan terhambatnya penyaluran vaksin. Yang termasuk faktor-faktor tersebut yakni usia, daerah tempat tinggal, status pendidikan ibu, tingkat ekonomi, dan jarak fasilitas kesehatan. Mungkin tidak mengherankan mengingat tingkat malaria yang lebih tinggi, mereka yang mengakses dan menggunakan kelambu lebih cenderung tinggal di daerah pedesaan. Sedangkan penyerapan vaksin DTP3 yang lebih tinggi dikaitkan dengan daerah perkotaan, dengan kemungkinan perbedaan jarak fasilitas kesehatan.

Pengambilan vaksinasi juga sangat terkait dengan tingkat pendidikan ibu dan tingkat kekayaan. Meskipun pada kasus lain, bahkan pada tingkat pendidikan dan kekayaan yang lebih rendah, tingkat vaksinasi tetap tinggi.

Vaksin RTS,S diberikan sebagai jadwal empat dosis dengan dosis pertama dan ketiga sesuai dengan standar perluasan program imunisasi yang ada. Dosis keempat ini diharapkan lebih rendah mengingat hubungan sistem kesehatan yang berkurang seiring bertambahnya usia anak. Saat ini, tidak sedikit pula anak-anak yang tidak mengakses imunisasi rutin anak atau penanganan inti malaria sehingga diperlukan tindakan peningkatan imunisasi rutin hingga vaksinasi terutama di daerah rawan penyakit menular.

Fokus lain yang dapat menjadi inisiatif untuk kesetaraan kesehatan adalah meningkatkan akses kesehatan yang ada, mulai dari akses kesehatan alternatif hingga fasilitas kesehatan penunjang. Temuan gabungan antara peningkatan akses imunisasi rutin dan akses kesehatan memungkinkan untuk mengenali kelompok yang paling diuntungkan dari pengenalan vaksin malaria pada masa kanak-kanak dan dapat digunakan untuk merancang strategi penerapan vaksin malaria di masa depan.

Penulis: Ni Putu Ayu Cahyanti

Editor: Annisa Awip Alvionita