International Health Regulations, Biosurveillance, and Global Health Security

FKM NEWS – Pandemi COVID-19 membawa dampak pada masalah sistem baik lingkup lokal maupun global, terutama dalam sistem kesehatan. Ancaman terhadap kesehatan global kendatinya berasal dari kehidupan sehari-hari manusia seperti globalisasi dan perdagangan. Meluasnya perdagangan baik dari produk makanan maupun produk lainnya membawa andil dalam penyebaran penyakit pada manusia. Tidak hanya pandemi COVID-19, European Centre for Disease Prevention and Control (ECDC) juga telah melaporkan adanya wabah Salmonella Enteriditis ST11 di Uni Eropa. Bakteri ini mengontaminasi beberapa produk makanan buatan Inggris dan menyebar lintas negara.

Dr. Dicky Budiman, M.Sc. PH, PhD selaku Epidemiolog Griffith University, Australia, mengemukakan bahwa ancaman pandemi akan lebih sering terjadi dalam 20 tahun terakhir. Hal ini berkaitan dengan “global health security in the era of the pandemic and climate change”. Pandemi memerlukan peran lintas sektor karena tidak dapat diselesaikan dari sisi kesehatan saja. Ketika suatu negara merespons adanya pandemi, maka negara tersebut juga harus merespons adanya perubahan iklim dikarenakan kedua hal tersebut saling berkaitan.

International Health Regulation (IHR) 2005 merupakan instrumen hukum internasional utama yang mengatur penyebaran penyakit secara global. IHR menjadi dasar World Health Organization (WHO) dalam menentukan status pandemi (Public Health Emergency International Concent) yang dapat diketahui dari hasil surveilans. Sedangkan Global Health Security menjadi salah satu fondasi dasar yang harus dibangun dalam mengatasi pandemi. Apabila terjadi ketidakstabilan dalam sektor kesehatan, maka populasi rentan seperti lansia dan individu dengan penyakit komorbid menjadi populasi yang harus diprioritaskan. Hal ini dikarenakan populasi tersebut berpotensi besar sebagai kontributor pada tingkat kematian dan beban di fasilitas pelayanan kesehatan.

Pandemi yang sedang terjadi saat ini harus dijadikan sebuah pembelajaran bahwa deteksi dini (kurang dari 24 jam) harus diterapkan secara tepat dan cepat, karena apabila deteksi dilakukan lebih dari 36 jam dari awal timbulnya kasus, maka virus tersebut akan dengan mudahnya menyebar dengan mobilitas yang tinggi. Biosurveillance menjadi core capacity yang penting sebagai alat deteksi dini dari adanya potensi ancaman kesehatan yang tidak mudah untuk dilakukan namun harus dibangun sedini mungkin.

Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan kesehatan global tersebut, diperlukan peran aktif dari berbagai negara di seluruh dunia. Sistem biosurveillance yang telah dikembangkan harus mendapatkan data multiaspek, tidak hanya dari sisi kesehatan saja. Hal ini mencakup pula situasi global dan perubahan iklim yang kompleks sehingga diperlukan teknologi modern untuk membantu percepatan deteksi dini. Selain itu, diperlukan pula komunikasi yang efektif dalam menguatkan sistem, agar supply data dapat segera dianalisis dan dijadikan bahan pengambilan keputusan sebagai upaya intervensi yang tepat dalam penanganan pandemi COVID-19.

Penulis  :  Siti Zulaikha