Peristiwa Covid 19 sudah berlangsung lebih dari satu tahun semenjak dilaporkannya kasus pneumonia dengan penyebab yang tidak diketahui oleh otoritas nasional China ke Kantor WHO China pada akhir Desember 2019 (WHO, 2020). Sesudah dikonfirmasi sebagai Covid 19, kasus menyebar dengan cepat ke seluruh dunia. Nyaris tidak ada negara yang terbebas dari Covid 19 Selanjutnya WHO menetapkan sebagai pandemi di abad 21 (Kuntoro,2020; WHO, 2020).
Mengingat penyebaran Covid 19 yang begitu cepat, ditambah belum dikenalnya kasus Covid 19 secara tuntas dan menyeluruh terutama secara epidemologis dan klinik, hampir semua negara yang dilanda Covid 19 tidak siap dengan sempurna untuk menghadapinya. Peristiwa Covid 19 menggoncang tatanan sosial-ekonomi-politik dan psikologis masyarakat dunia. Infrastrukur medik di rumah sakit dan infrastruktur kesehatan di fasilitas kesehatan masyarakat tidak mampu mengatasi peristiwa Covid 19 (Kuntoro, 2021).
Kurangnya tenaga kesehatan yang melakukan upaya kesehatan promotif ke masyarakat agar masyarakat menerapkan perilaku kesehatan yang lebih baik dalam pencegahan penyebaran Covid 19 menjadi tidak efektif. Demikian juga kurangnya tenaga kesehatan yang melakukan screening massal di masyarakat untuk menemukan kasus yang berada di bawah fenomena gunung es. Faktor tersebut dapat meningkatkan kasus asimptomatik. Dengan demikian keadaan tersebut meningkatkan kasus yang tak terdokumentasi. Kasus tersebut sulit dilaporkan secara resmi sehingga mereka tidak dapat diagendakan dalam upaya penurunan transmisi Covid 19 (Kuntoro, 2021).
Model epidemiologis seperti SIR (Susceptible, Infected, Removal) yang mempunyai sejarah panjang dan banyak digunakan dalam mempelajari dan memahami kasus penyakit infeksi di masyarakat mengikuti asumsi tertentu.Memang setiap pengguna model apapun harus mengikuti asumsi tertentu. Salah satu asumsi adalah kasus harus terdokumentasi secara utuh. Dalam peristiwa Covid 19 maka kasus yang terdomentasi yang perlu diperhitungkan. Dengan demikian Model SEIR perlu dimodifikasi dengan menggunakan pendekatan BaySEIR yang bertumpu pada teorema Bayes (Zhou and Ji, 2020).
Pada penyakit infeksi yang bersifat derministik (ditentukan kondisinya) maka model SEIR klasik bisa digunakan. Pada peristiwa Covid 19 yang memberikan kasus yang tak terdokumentasi karena keterbatasan infrastruktur kesehatan dibandingkan penyebaran penyakit yang begitu cepat dan tidak bisa ditentukan. Maka peristiwa Covid 19 merupakan proses random dari pada proses deterministic. Demikian modeSEIR klasik perlu dimodifikasi untuk mengurangi taksiran yang bias (Zhou and Ji, 2020).
Model SIR klasik terdiri dari kompartemen Susceptible, Infected dan Removal. Kompartemen Susceptible (S) adalah individu yang peka dan tidak mengidap penyakit, namun individu tersebut adalah peka untuk mendapatkan penyakit tersebut. Kompartemen Infected (I) adalah individu yang mempunyai penyakit dan mereka dapat menularkan penyakitnya ke individu yang peka (S). Kompartemen Removal (R ) adalah individu yang pernah punya penyakit tetapi mereka dikeluarkan dari individu yang mempunyai peluang untuk terinfeksi ulang atau menyebarkan penyakit ke individu lain. Individu dalam kompartemen ini termasuk individu yang sembuh dengan tingkat imunitas terhadap terinfeksi ulang, dikarantina, diisolasi dari penduduk sisanya (Kuntoro, 2020).
Tiga kompartemen dari model SIR klasik perlu ditambah dengan dua kompartemen. Kompartemen Undocumented Infectious(UI) individuals adalah individu yang mempunyai penyakit yang mampu menularkan penyakiitnya ke individu tidyang peka. Meraka termasuk individu yang asimptomatik atau tanpa gejala penyakit, individu yang tidak dilakukan testing. Karena mereka tidak terdeteksi sebagai individu yang menular, mereka tidak terlaporkan ke petugas kesehatan. Selanjutnya kompartemen Documented Infectious (DI) individuals adalah individu yang terkonfirmasi punya penyakit dan mampu menularkan ke individu yang peka. Dengan demikian mereka tercatat oleh petugas kesehatan secara resmi (Zhou and Ji, 2020).
Perhitungan kasus covid 19 yang tak terdokumentasikan menjadi sangat penting dalam memperbaiki sistem basis data covid 19. Data tersebut perlu dipertimbangkan sebagai upaya untuk mengkuantifikasi fenomena gunung es yang umum pada kasus penyakit infeksi. Dengan dapat ditaksirkan dan diramalkan kasus covid 19 dalam kompartemen I (Infected) memberikan gambaran yang lebih baik berapa jumlah kasus yang mempunyai potensi menularkan ke individu yang peka. Dengan demikian upaya rantai penularan akan menjadi lebih baik. Demikian juga dengan dapat ditaksirkan dan diramalkan kasus covid 19 dalam kompartemen R (Removal) memberikan gambaran yang lebih baik berapa jumlah kasus yang tidak mempunyai potensi menularkan ke individu yang peka.
Penulis: Prof Kuntoro, dr, MPH, DrPH
Divisi Biostatistika Fakultas Kesehatan Masyarakat Unair